1. Tumpek Wayang dan Ritual Bayuh Oton
2. Makna dan Pelaksanaan Ritual Bayuh Oton
3. Banten dan Tujuan Upacara Bayuh Oton
Tumpek Wayang dan Ritual Bayuh Oton
Dalam kalender sakral Bali yang kaya akan tradisi, Tumpek Wayang menempati posisi yang unik dan istimewa. Dirayakan setiap 210 hari sekali, tepatnya pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wayang, hari suci ini memiliki kaitan erat dengan ritual penting bernama bayuh oton. Tradisi ini berakar pada kisah mitologis Dewa Kumara yang terhindar dari ancaman Bhatara Kala, sang penguasa waktu dan kegelapan.Secara harfiah, bayuh oton dapat diartikan sebagai upacara penebusan kelahiran. Bagi masyarakat Bali yang terlahir pada saat Tumpek Wayang, pelaksanaan bayuh oton dianggap sebagai sebuah kewajiban spiritual. Bahkan, prosesi ini idealnya dilanjutkan dengan sapuh leger pada perayaan Tumpek Wayang berikutnya. Namun, penting untuk dipahami bahwa kewajiban ini secara spesifik ditujukan bagi mereka yang lahir tepat pada hari Saniscara Kliwon. Meskipun demikian, anggapan umum di masyarakat seringkali meluas, meyakini bahwa semua individu yang lahir dalam rentang Wuku Wayang perlu menjalani ritual serupa. Padahal, melaksanakan bayuh oton saja sudah dianggap mencukupi, dan sapuh leger menjadi pilihan tambahan bagi mereka yang memiliki kemampuan lebih.
Makna dan Pelaksanaan Ritual Bayuh Oton
Makna mendasar dari bayuh oton adalah untuk menetralisir potensi pengaruh negatif yang diyakini melekat pada individu yang lahir saat Tumpek Wayang. Menurut kepercayaan, mereka yang lahir pada hari ini memiliki kemiripan sifat dengan Bhatara Kala, seperti kecenderungan untuk bermalas-malasan dan memiliki emosi yang lebih kuat. Kondisi ini diyakini membuat mereka rentan terhadap berbagai kesulitan dan ketidaktenangan dalam hidup. Sebelum menjalani bayuh oton, seringkali diyakini bahwa individu tersebut akan mengalami kebingungan dan kurangnya ketenangan batin, seolah-olah berada dalam "bayang-bayang" Sang Kala.Banten dan Tujuan Upacara Bayuh Oton
Upacara bayuh oton bertujuan untuk memohon keselamatan, keseimbangan, dan panjang umur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Bhatara Kala. Rangkaian ritual ini melibatkan penggunaan berbagai banten (sesajen) yang memiliki makna simbolis mendalam. Beberapa banten utama yang digunakan dalam bayuh oton bagi kelahiran Tumpek Wayang antara lain banten pratista (sebagai landasan upacara), durmengala (untuk menetralisir energi negatif), biokala (persembahan untuk Bhuta Kala), dan pejati (persembahan utama). Selain itu, dapat ditambahkan beberapa sesayut (persembahan pelengkap) seperti sayut dirgayusa (memohon panjang umur) dan sayut pageh tuwuh (memohon keteguhan hidup).Esensi dari banten dan persembahan ini adalah sebagai wujud komunikasi dan harmonisasi dengan kekuatan-kekuatan spiritual, khususnya Sang Kala. Melalui persembahan yang tulus, diharapkan pengaruh negatif dapat diredam, sehingga individu yang lahir saat Tumpek Wayang dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang, terhindar dari musibah seperti sakit berkepanjangan atau masalah yang berlarut-larut, serta mampu mengendalikan emosi dengan lebih baik. Dengan demikian, bayuh oton bukan sekadar ritual, melainkan sebuah upaya spiritual untuk mencapai keseimbangan diri dan meraih kehidupan yang lebih harmonis sesuai dengan keyakinan masyarakat Bali.