Hari-hari yang dihindari melakukan upacara kematian di Bali
Daftar Isi:
1. Hari-Hari yang Dihindari dalam Upacara Kematian di Bali
2. Pentingnya Memilih Hari Baik dalam Upacara Atiwa-Tiwa
3. Apa Itu Kala Gotongan dan Mengapa Harus Dihindari?
4. Makna Simbolik di Balik Semut Sedulur
5. Hari Pasah, Waktu Tersembunyi yang Juga Dihindari
6. Kesimpulan: Menghormati Hari-Hari Pantangan Demi Keseimbangan Sekala dan Niskala

Hari-Hari yang Dihindari dalam Upacara Kematian di Bali

Pelaksanaan upacara kematian dalam ajaran Hindu di Bali tidak hanya memperhatikan aspek fisik dan sosial, tetapi juga spiritual. Hari pelaksanaan sangat menentukan, karena diyakini dapat membawa dampak baik atau buruk bagi keluarga dan masyarakat.

Pentingnya Memilih Hari Baik dalam Upacara Atiwa-Tiwa

Dalam tradisi Bali, upacara atiwa-tiwa seperti pengabenan dan kremasi harus dilakukan pada hari yang dianggap baik menurut wariga. Hari yang kurang baik tidak hanya dianggap tidak pantas secara spiritual, tetapi juga bisa membawa petaka secara nyata bagi keluarga dan warga desa.

Apa Itu Kala Gotongan dan Mengapa Harus Dihindari?

Kala Gotongan adalah hari-hari tertentu yang terbentuk dari kombinasi sapta wara dan panca wara dengan total urip 14 selama tiga hari berturut-turut. Hari-hari ini adalah Sukra Kliwon, Saniscara Umanis, dan Redite Paing. Kata “gotongan” mencerminkan aktivitas membawa jenazah secara berulang—sebuah pertanda kematian yang beruntun jika tetap melaksanakan penguburan saat itu.

Makna Simbolik di Balik Semut Sedulur

Semut Sedulur merujuk pada tiga hari berturut-turut dengan jumlah urip 13, yakni Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon. Seperti semut yang berjalan beriringan, hari-hari ini melambangkan kematian yang menyusul satu sama lain. Pelaksanaan upacara pada hari ini diyakini akan memicu kematian susulan, terutama jika dilakukan tanpa adanya upacara penyeimbang secara niskala.

Penjelasan Sastra Lontar Wariga Pangalihan

Kitab Lontar Wariga Pangalihan menegaskan bahwa Semut Sedulur hanya sah berlaku jika hari-hari tersebut berurutan dan memiliki jumlah urip 13. Bila hari-hari tersebut terputus atau tidak berurutan, maka tidak termasuk kategori Semut Sedulur. Hal ini menunjukkan betapa telitinya perhitungan hari dalam warisan spiritual Bali.

Hari Pasah, Waktu Tersembunyi yang Juga Dihindari

Selain Kala Gotongan dan Semut Sedulur, ada pula hari Pasah dalam sistem Tri Wara yang muncul setiap tiga hari sekali. Hari ini juga tidak disarankan untuk mengadakan upacara penguburan, karena diyakini akan membawa ketidakharmonisan dan gangguan dalam masyarakat adat bila dilanggar.

Kesimpulan: Menghormati Hari-Hari Pantangan Demi Keseimbangan Sekala dan Niskala

Pantangan dalam memilih hari untuk upacara kematian bukan semata-mata tradisi turun-temurun, melainkan bagian dari kearifan lokal yang menjaga keharmonisan antara alam nyata (sekala) dan alam gaib (niskala). Hari-hari seperti Kala Gotongan, Semut Sedulur, dan Pasah bukan hanya simbol, tetapi menjadi pedoman spiritual agar prosesi kematian berlangsung dengan selaras dan tidak mengundang musibah. Oleh karena itu, memahami dan menghormati perhitungan wariga merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur dan kehidupan yang lebih luas.

Untuk mengetahui secara pasti kapan jatuhnya hari-hari yang termasuk dalam Kala Gotongan dan Semut Sedulur, Anda dapat mengakses fitur Kalender Bali. Menu ini terintegrasi dengan Google Calendar, sehingga sangat praktis digunakan, baik melalui perangkat komputer maupun smartphone Anda. Cukup beberapa sentuhan, Anda bisa melihat hari-hari pantangan secara real-time dan menyesuaikan jadwal upacara dengan lebih bijak.

Kategori: Artikel
Tags: semut sedulur, kala gotongan, pasah, ngaben, kematian, wariga bali, kalender bali